APENDISITIS
KONSEP DASAR MEDIS
A.
DEFENISI
Appendiks adalah ujung seperti jari
yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan dari
apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.
Apendisitis adalah infeksi pada
appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi
jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis.
Apendisitis merupakan inflamasi
apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan
tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi.
Apendisitis merupakan inflamasi di
apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi
apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya.
B.
ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1.
Factor
yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a.
Hiperplasia
dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.
Adanya
faekolit dalam lumen appendiks
c.
Adanya
benda asing seperti biji-bijian
d.
Striktura
lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2.
Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3.
Laki-laki
lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.
Tergantung
pada bentuk apendiks :
a.
Appendik
yang terlalu panjang
b.
Massa
appendiks yang pendek
c.
Penonjolan
jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d.
Kelainan
katup di pangkal appendiks
C.
MANIFESTASI
KLINIK
1.
Nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan.
2.
Nyeri
tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3.
Nyeri
tekan lepas dijumpai.
4.
Terdapat
konstipasi atau diare.
5.
Nyeri
lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6.
Nyeri
defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7.
Nyeri
kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8.
Pemeriksaan
rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9.
Tanda
Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri
menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala
appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
terjadi ruptur appendiks.
D.
KLASIFIKASI
1.
Apendisitis
akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan
diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab
obstruksi dapat berupa :
a.
Hiperplasi
limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b.
Fekalit
c.
Benda
asing
d.
Tumor.
Adanya
obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks.
Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2.
Apendisitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam
lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena
pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis
apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik
apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren
baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan
akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi
sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi
karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks
adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa
tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
a.
Adenokarsinoma
apendiks.
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa
ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena
bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan
hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
b.
Karsinoid
Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin
apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi
serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan,
karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga
diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi
ileosekal atau hemikolektomi kanan.
E.
PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan
ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.
F.
KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat
keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari
penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya,
sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1.
Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2.
Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih
dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
3.
Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein
fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas
dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG
90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan
CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3.
Analisa
urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4.
Pengukuran
enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu, dan pankreas.
5.
Serum
Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan
kehamilan.
6.
Pemeriksaan
barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan
Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7.
Pemeriksaan
foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai
arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu
ureter kanan.
H.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita
Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1.
Penanggulangan
konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
2.
Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3.
Pencegahan
Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Wawancara
Dapatkan
riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a.
Keluhan
utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b.
Riwayat
kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
c.
Diet,kebiasaan
makan makanan rendah serat.
d.
Kebiasaan
eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a.
Pemeriksaan
fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b.
Sirkulasi
: Takikardia.
c.
Respirasi
: Takipnoe, pernapasan dangkal.
d.
Aktivitas/istirahat
: Malaise.
e.
Eliminasi
: Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f.
Distensi
abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
g.
Nyeri/kenyamanan,
nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
h.
Demam
lebih dari 38oC.
i.
Data
psikologis klien nampak gelisah.
j.
Ada
perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k.
Pada
pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
l.
Berat
badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
·
Pre
operasi
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2.
Perubahan
pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4.
Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
·
Post
operasi
1.
Nyeri
berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2.
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
C.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
PRE OPERASI
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria
hasil:
·
Klien
mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
·
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
·
Tanda
vital dalam rentang normal
·
Klien
tampak rileks mampu tidur/istirahat
Intervensi :
a.
Kaji
tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
b.
Jelaskan
pada pasien tentang penyebab nyeri
c.
Ajarkan
tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
d.
Berikan
aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota keluarga)
e.
Observasi
tanda-tanda vital
f.
Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian analgetik
2.
Perubahan
pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan konstipasi klien teratasi dengan
kriteria hasil:
·
BAB
1-2 kali/hari
·
Feses
lunak
·
Bising
usus 5-30 kali/menit
Intervensi :
a.
Pastikan
kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya.
b.
Auskultasi
bising usus
c.
Tinjau
ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan.
d.
Berikan
makanan tinggi serat.
e.
Berikan
obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses
3.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dapat dipertahankan
dengan kriteria hasil:
·
kelembaban
membrane mukosa
·
turgor
kulit baik
·
Haluaran
urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
·
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
Intervensi :
a.
Monitor
tanda-tanda vital
b.
Kaji
membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.
c.
Awasi
masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
d.
Auskultasi
bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
e.
Berikan
perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
f.
Pertahankan
penghisapan gaster/usus.
g.
Kolaborasi
pemberian cairan IV dan elektrolit
4.
Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Tujuan :
·
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan kecemasab klien berkurang dengan
kriteria hasil:
·
Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat teratasi
·
Tampak
rileks
Intervensi :
a.
Evaluasi
tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
b.
Jelaskan
dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
c.
Jadwalkan
istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
d.
Anjurkan
keluarga untuk menemani disamping klien
POST OPERASI
1.
Nyeri
berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
·
Melaporkan
nyeri berkurang
·
Klien
tampak rileks
·
Dapat
tidur dengan tepat
·
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
Intervensi :
a.
Kaji
skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
b.
Monitor
tanda-tanda vital
c.
Pertahankan
istirahat dengan posisi semi powler.
d.
Dorong
ambulasi dini.
e.
Berikan
aktivitas hiburan.
f.
Kolborasi
tim dokter dalam pemberian analgetika.
2.
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan kriteria
hasil:
·
Klien
bebas dari tanda-tanda infeksi
·
Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
·
Nilai
leukosit (4,5-11ribu/ul)
Intervensi :
a.
Kaji
adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
b.
Monitor
tanda-tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental
c.
Lakukan
teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
d.
Pertahankan
teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan dengan
betadine.
e.
Awasi
/ batasi pengunjung dan siap kebutuhan.
f.
Kolaborasi
tim medis dalam pemberian antibiotic
3.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
Tujuan :
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan bertambah dengan kriteria
hasil:
·
menyatakan
pemahaman proses penyakit, pengobatan dan
·
berpartisipasi
dalam program pengobatan
intervensi :
a.
Kaji
ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
b.
Anjuran
menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
c.
Diskusikan
perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke
dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
d.
Identifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri edema/eritema
luka, adanya drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html
0 komentar:
Posting Komentar