TUBERKULOSIS (TB) PARU
KONSEP DASAR MEDIS
A.
PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit
infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan
dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
(Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis.
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi
di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.
Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan
nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
B.
KLASIFIKASI
PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe
pasien digolongkan:
1.
Klasifikasi
berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a.
Tuberkulosis
paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis
yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
b.
Tuberkulosis
ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a.
Tuberkulosis
paru BTA positif.
·
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
·
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
·
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
·
1
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b.
Tuberkulosis
paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi
pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA
negatif harus meliputi:
·
Paling
tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
·
Foto
toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
·
Tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
·
Ditentukan
(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3.
Klasifikasi
berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a.
TB
paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b.
TB
ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
·
TB
ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
·
TB
ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4.
Tipe
Pasien
Tipe
pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
a.
Kasus
baru
Adalah pasien yang belum pernah
diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
b.
Kasus
kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c.
Kasus
setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d.
Kasus
setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
e.
Kasus
Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f.
Kasus
lain :
Adalah semua kasus yang tidak
memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu
pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
C.
ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah
Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae
complex adalah :
1.
M.
Tuberculosae
2.
Varian
Asian
3.
Varian
African I
4.
Varian
African II
5.
M.
bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di
dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB
(Depkes, 2006) :
1.
Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif.
2.
Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3.
Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4.
Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
5.
Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D.
PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
(lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional
dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn
respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.
E.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah
batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien
tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang
sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1.
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2.
Batuk/Batuk
Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang
ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
4.
Nyeri
Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5.
Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari
tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
F.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes
RI, 2005) :
1.
Hemoptosis
berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2.
Kolaps
dari lobus akibat retraksi bronkial.
3.
Bronkiektasis
( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.
Pneumotorak
(adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.
5.
Penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6.
insufisiensi
Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut
Depkes (2006):
1.
Diagnosis
TB paru
·
Semua
suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
·
Diagnosis
TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
·
Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.\
·
Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
·
Untuk
lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2.
Diagnosis
TB ekstra paru.
·
Gejala
dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
·
Diagnosis
pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya
uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB menurut
Asril Bahar (2001):
1.
Pemeriksaan
Radiologis
Pada
saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat
juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru.
2.
Pemeriksaan
Laboratorium
·
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat
perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan
juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun
ke arah normal lagi.
·
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting
karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
·
Tes
Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan
apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae,
M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
H.
PENATALAKSANAAN
1.
Tujuan
Pengobatan
Pengobatan
TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
2.
Prinsip
pengobatan
Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a.
OAT
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b.
Untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c.
Pengobatan
TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1)
Tahap
awal (intensif)
·
Pada
tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
·
Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
·
Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2)
Tahap
Lanjutan
·
Pada
tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
·
Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
3.
Jenis,
sifat dan dosis OAT
4.
Paduan
OAT yang digunakan di Indonesia
a.
Paduan
OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
·
Kategori
1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
·
Kategori
2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini,
disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
·
Kategori
Anak: 2HRZ/4HR
Ø Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2
disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT),
sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Ø Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Ø Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas
dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam
bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu
(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Ø KDT mempunyai beberapa keuntungan
dalam pengobatan TB:
1.
Dosis
obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2.
Mencegah
penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3.
Jumlah
tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Pengumpulan
data
Dalam
pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a.
Identitas
klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua
umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status
ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang
sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,
batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c.
Riwayat
penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang
pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru
antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d.
Riwayat
penyakit keluarga.
Mencari diantara anggota keluarga
pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga
diteruskan penularannya.
e.
Riwayat
psikososial
Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain
f.
Pola
fungsi kesehatan
1)
Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada
klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2)
Pola
nutrisi dan metabolic
Pada
klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3)
Pola
eliminasi
Klien TB
paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4)
Pola
aktivitas dan latihan
Dengan
adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5)
Pola
tidur dan istirahat
Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6)
Pola
hubungan dan peran
Klien
dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7)
Pola
sensori dan kognitif
Daya
panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8)
Pola
persepsi dan konsep diri
Karena
nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
9)
Pola
reproduksi dan seksual
Pada
penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan
adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena
sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
g.
Pemeriksaan
fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1)
Sistem
integument
Pada
kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2)
Sistem
pernapasan
Pada
sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
·
inspeksi
: adanya tanda – tanda penarikan paru,
diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
·
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
·
Perkusi : Suara ketok redup.
·
Auskultasi
: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang
mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur
dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
5.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
C.
INTERVENSI
1.
Bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan :
Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria
hasil :
·
Mencari
posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
·
Mendemontrasikan
batuk efektif.
·
Menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
·
Jelaskan
klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
·
Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
·
Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih
luas.
·
Lakukan
pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan
frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
·
Tahan
napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
·
Lakukan
napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam
paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
·
Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu
mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
·
Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk
diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis.
·
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik
meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
·
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi, Pemberian
expectorant, Pemberian antibiotika, Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan
mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
2.
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan :
Pertukaran gas efektif.
Kriteria
hasil :
·
Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektif.
·
Mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
·
Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
·
Berikan
posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
·
Observasi
fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
·
Jelaskan
pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
·
Jelaskan
pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
·
Pertahankan
perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek
fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
·
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian
antibiotika. Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
3.
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria
hasil :
·
Menyebutkan
makanan mana yang tinggi protein dan kalori
·
Menu
makanan yang disajikan habis
·
Peningkatan
berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
·
Diskusikan
penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami
kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan
teraupetik.
·
Ajarkan
dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan
keinginan untuk makan.
·
Tawarkan
makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen
dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
·
Pembatasan
cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung,
menurunkan napsu makan dan masukan.
·
Atur
makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
·
R/
Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
·
Jelaskan
kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
o
Vitamin
B12 (telur, daging ayam, kerang).
o
Asam
folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
o
Thiamine
(kacang-kacang, buncis, oranges).
o
Zat
besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan
untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena
kerusakan jarinagn hepar.
·
Konsul
dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen
tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
4.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang. aman.
Intervensi
:
·
Review
patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi
melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
R/Membantu pasien agar mau mengerti
dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
·
Identifikasi
orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko
perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
·
Anjurkan
pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup
jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk
mencegah terjadinya penularan infeksi.
·
Gunakan
masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio
penyebaran infeksi.
·
Monitor
temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
·
Identifikasi
individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat
penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker
Rasional: Pengetahuan tentang
faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
·
Tekankan
untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat
terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas,
resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
·
Pemberian
terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan
bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya.
Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk
2 bulan pertama.
·
Pemberian
terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin,
streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder
diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
·
Monitor
sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan
obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
5.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn
dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi
gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan
adekuat.
Intervensi
·
Kaji
kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
R/ Kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
·
Identifikasi
tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
R/ Indikasi perkembangan penyakit
atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
·
Tekankan
pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan
yang adekuat.
R/ Mencukupi kebutuhan metabolik,
mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
·
Berikan
Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
R/
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
·
jelaskan
penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan
obat lain.
R/ Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
·
jelaskan
tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
R/ Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
·
Anjurkan
pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
R/ Kebiasaan minurn alkohol berkaitan
dengan terjadinya hepatitis
·
Rujuk
perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
R/ Efek samping etambutol: menurunkan
visus, kurang mampu melihat warna hijau.
·
Dorong
pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
R/ Menurunkan kecemasan. Penyangkalan
dapat memperburuk mekanisme koping.
·
Berikan
gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja
di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
R/ Debu silikon beresiko keracunan
silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
·
Anjurkan
untuk berhenti merokok.
R/ Merokok tidak menstimulasi
kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
·
Review
tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
R/Pengetahuan yang cukup dapat
mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi
abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
OBAT BATUK
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK